Teori - Teori Demokrasi




W.A. Bonger menyatakan bahwa demokrasi bukan semata-mata bentuk ketatanegaraan saja tetapi juga merupakan bentuk kegiatan organisasi di luar ketatanegaraan, misalnya yang terdapat dalam dunia perkumpulan yang merdeka. Demokrasi dalam perkumpulan di luar ketatanegaraan adalah suatu bentuk pimpinan, suatu kolektivitet tanpa mempersoalkan apakah itu
suatu pergaulan hidup paksaan seperti negara atau sutu perkumpulan yang merdeka. Sedangkan demokrasi dalam ketatanegaraan adalah suatu bentuk pemerintahan.[1] Atau dapat pula dikatakan sebagai suatu sistem politik yang seringkali dipertentangkan dengan otoriterianisme.
Zaman Yunani kuno, ada pendapat bahwa bentuk ketatanegaraan demokrasi adalah pemerintahan berbentuk republik,[2] sedangkan bentuk pemerintahan monarki bukanlah pemerintahan demokrasi. Hal ini dianggap lebih tepat menurut para pendukungnya, karena menunjuk pada suatu sistem pemerintahan oleh para wakil yang dipilih melalui pemilihan atau lebih tepatnya menunjuk pada satu tipe demokrasi, yaitu demokrasi langsung (direct democracy).
Pendapat demikian, saat ini tidak dapat dijadikan lagi sebagai alat ukur atau indikator penilaian demokratis atau tidaknya suatu pemerintahan. Karena dalam praktek dan kenyataannya tidak sedikit negara dengan bentuk pemerintahan republik memerintah secara otoriter dan totaliter, dan tidak sedikit pula negara dengan bentuk pemerintahan kerajaan (monarchy) memerintah  dengan cara-cara yang bijak dan aspiratif.

PENDAHULUAN
Demokrasi sebagai suatu konsep dan pemikiran pada dasarnya dimulai dengan lahir dan berkembang di Yunani Kuno, yaitu dengan pencetusan gagasan (idea) pada tahun 431 SM oleh seorang filosof besarnya Pericles. Beberapa filosof lain setelahnya baik di Yunani sendiri maupun di Romawi seperti; [3] Plato (429-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), Polybius (204-122 SM), dan Cicero (106-43 SM) turut pula  menyempurnakan konsep ini. Meskipun sedemikian tuanya konsep dan pemikiran ini dalam prakteknya selama ratusan tahun, tidak tertalu menarik perhatian untuk dipraktekkan dalam pemerintahan dan kenegaraan.
Sejarah dan perkembangan demokrasi berikutnya ditandai dengan munculnya aufklarung dan renaissance di dunia barat pada abad pertengahan setelah sedemikian lama berada dalam masa-masa kegelapan (the dark ages) dalam bayang-bayang kekuasaan mutlak (absolute power) gereja dan kerajaan.
Lahirnya para filosof seperti, Niccolo Machiaveli (1467-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632-1704), Montesquea (1689-1755), Jean Jackues (J.J) Rousseau (1712-1778), dan lain sebagainya yang mengusung pemikiran demokrasi sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan raja turut pula memunculkan kembali (reborn) tentang pentingnya penerapan demokrasi beserta prinsip-prinsipnya dalam berbagai sisi kehidupan, utamanya kehidupan bernegara.
Revolusi Perancis pada tahun 1778 yang terkenal dengan semboyan, “kebebasan, persaudaraan, dan persamaan” yang dalam bahasa Perancisnya dikenal dengan, “liberte, fraternite, eyahte” merupakan tonggak utama penerapan dcemokrasi di daratan eropa. Hal ini disebabkan karena Perancis dengan secara sadar memasukkan demokrasi ke dalam undang-undang dasarnya di bawah judul atau bab tentang hak-hak asasi manusia, pada Pasal 3, “Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan”. Setiap lembaga atau individu yang memegang kekuasaan, tidak lain mengambil kekuasannya dari rakyat. Berikutnya, ketentuan pasal tersebut dimuat kembali pada perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1791, dimana disebutkan bahwa tahta kepemimpinan adalah milik rakyat.

PEMBAHASAN
A.      Teori Demokrasi Klasik
Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin secara bergiliran.
Seringkali demokrasi difenisikan sebagai lawan dari sejumlah model pemerintahan.
Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan.
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.
Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan.
  • Monarki Pemerintahan dibawah wewenang seorang penguasa, yakni raja/ratu dan kaisar.
  • Aristocracy Pemerintahan dibawah wewenang para bangsawan (warisan).
  • Oligarki Pemerintahan dibawah wewenang sejumlah orang.
  • Theokrasi "Pemerintahan dibawah wewenang Tuhan" (pada kenyataannya merupakan pemerintahan dibawah wewenang kaum agamawan)
  • Diktator Pemerintahan dibawah wewenang seseorang yang mendapatkannya melalui kekuatan/pemberontakan. (Biasanya merupakan diktator militer).
Hari ini, mayoritas negara-negara demokrasi di dunia berbentuk republik, secara resmi dipilih. Namun di Eropa, sebagian negara demokrasi ternama seperti UK, Spanyol, Belgia, Belanda, Luxemburg dan Skandinavia merupakan negara-negara monarki konstitusi, raja atau ratu merupakan kepala negara sedangkan konstitusi menjamin terselenggaranya demokrasi seperti pada negara republik lainnya dan menetapkan batasan jelas mengenai tugas dan kompetensi monarki.
            Pada negara monarki, peranang raja dianggap sebagai faktor yang mendukung demokrasi dibanding sebagai faktor yang membahayakan. Oleh karena itu definisi klasik dari demokrasi memang membantu untuk menjelaskan pemerintahan monarki ini.
B.     Teori Civic Virtue
Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:
a.    Kesetaraan warga negara
b.    Kemerdekaan
c.    Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
d.    Kebijakan bersama
Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republik dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga.
Di masa Pericles dimulai penerapan demokrasi langsung (direct democrazy). Model demokrasi ini bisa diterapkan karena jumlah penduduk negara kota masih terbatas, kurang dari 300.000 jiwa, wilayah nya kecil, struktur sosialnya masih sederhana dan mereka terlibat langsung dalam proses kenegaraan.




C.     Teori Demokrasi  Schumpeter
Schumpeter dalam bukunya “Capitalism, Socialism and Democracy” mengkritik terhadap teori demokrasi klasik. Schumpeter mengatakan bahwa kehendak rakyat sebenarnya hasil dari proses politik, bukan motor penggeraknya.
Schumpeter juga menekankan pada prosedur atau metode dari demokrasi itu sendiri. Konsep demokrasi Schumpeter lebih bersifat empirik, deskriptif, institusional dan prosedural. Karena itulah teori ini juga dikenal dengan teori Demokrasi Prosedural. Teori ini dominan sejak tahun 1970-an yang juga mewarnai pemikiran ilmuan – ilmuan seperti Palma, Dahl, Przeworski, huntington, Diamond, Linz dan Lipset
Teori schumpeter ini juga mendapat kritik dari Terry Karl. Dia menyebutkan bahwa dalam teori tersebut terdapat kekeliruan elektoralisme yaitu :
-          Terlalu mengistimewakan pemilu diatas dimensi – dimensi yang lain.
-          Mengabaikan kemungkinan yang ditimbulkan oleh pemilu multipartai dalam menyisihkan hak sebagian masyarakat tertentu untuk bersaing dalam memerebutkan kekuasaan atau meningkatkan dan membela kepentingannya.
-          Teori Schumpeter memunculkan quasi demokrasi (demokrasi semu)

D.     Trias Politica
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dengan terpisahnya tiga kewenangan di tiga lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.

PENUTUP

            Dapat disimpulkan dari berbagai teori dan uraian diatas, banyak teori yang saling kritik atau bertolak belakang. Itu baru dalam teori belum lagi dalam kegiatan prakteknya. Dapat dikatakan pula bahwa demokrasi yang dianut oleh negara yang satu tidak akan sama dengan negara yang lain sistemnya.

REFERENSI

Budiardjo, Mirriam, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Suhelmi, Ahmad, 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
PDF Book. Theories of Democracy.
http://www.gvpt.umd.edu/terchek/reader_intro.pdf
Theories and Models of Democracy.
http://www.redwoods.edu/instruct/klee/democracy.htm




TEORI DEMOKRASI
DEKRIS PRATAMA
1301120520
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru 28293
Telp : (0761) 63266, Fax : (0761) 63279, 65593



[1] Endang Sudardja, Politik Kenegaraan, Karunika, Jakarta, 1986,  hlm: 19
[2] Republik berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu res yang berarti kepentingan, kemauan, atau kehendak; dan publica yang berarti umum, orang banyak, atau masyarakat.
[3] Plato dan Aristoteles di Yunani serta Polybius dan Cicero di Romawi, Plato dilahirkan pada tanggal 29 Mei 429 SM di Athena dan meninggal pada umur 81 tahun juga di Athena, Plato merupakan murid Socrates yang terbesar, karya yang diwariskannya adalah Politeia/State (Negara), Politicos/Stateman (Ahli Negara), dan Nomoi/the Law (Undang-undang/hukum). Aristoteles lahir di Stagirus dan merupakan murid terbesar Plato, dia juga adalah guru dari Iskandar Zulkarnain (Alexandre the Great), meninggal di Chalcis Eubua dalam usia 63 tahun. Sebelum meninggal Plato menghasilkan karya besar yang berjudul Politica dan Ethica. Polybius adalah seorang penulis sejarah dari Megalopolis yang mengahsilkan karya agung tentang perputaran (ciclus) bentuk dan sistem pemerintahan dimana dalam suatu masa tertentu suatu pemerintahan akan menjadi baik dan buruk. Cicero merupakan ahli pikir terbesar tentang negara dan hokum dari bangsa Romawi, karya agungnya adalah de Republica (Negara) dan de Legibus (undang-undang).
Previous
Next Post »