Demokrasi tidak
akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha
nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif
sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan mayarakat). Bentuk kongkrit dari manifestasi
tersebut adalah dijadikanya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan
bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Keyword : Mind set,
Setting Social, Way of Life
PENDAHULUAN
Pengertian tentang
demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah
(terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa yunani yaitu “demos”
yang berarti rakyat atau kependudukan suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi secara bahasa demos-cratein atau
demos-cratos (demokrasi) adalah
keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahanya kedaulatan berada ditangan
rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sementara itu, pengertian demokrasi
secara istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut :
(a) menurut Joseph
A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk untuk
mencapai keputusan politik dimana individu-individu memeperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompeetitif atas suara rakyat;
(b) Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah
bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara
langsung atau tidak langsung didasarkan
pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa;
(c) Philippe C.
Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem
pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka diwilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung
melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih;
(d) Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai
sisitem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan pollitik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminya kebebasan
politik. Affan Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu
pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik).
Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh
sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudanya
pada dunia politik praktis.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar
hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang
memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk
dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan
kehidupan rakyat. Dengan demikian negara
yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat.
PEMBAHASAN
Dari sudut organisasi, demokrasi berarti
pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian yang
berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government)
dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimate government)
dimata rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government)
berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukunagn yang diberikan
oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimete government) berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali
kekuasaan tidak mendapat pengkuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi bagi
suatu pemerintahan sangat penting karena
dengan legitimasi tersebut, pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan
program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat
kepadanya. Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang
sedang memegang kekuasaan dituntut kesadaranya bahwa pemerintahan tersebut
diperoleh melalui pemilhan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau
kekuatan supranatural.
Kedua,
pemerintahan oleh rakyat (government by the poeple). Pemerintahan oleh rakyat
berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan
atas dorongan diri dan keinginanya sendiri. Selain itu juga mengandung
pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaanya, pemerintahan berada dalam
pengawasan rakyatnya. Karena itu pemerintah harus tunduk kepada pengawasan
rakyat (social control). Pengawasan rakyat (social control) dapat dilakukan
secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung yaitu melalui perwakilannya
di parlemen (DPR). Dengan adanya pengawasan oleh rakyat (social control) akan
menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan
DPR)
Ketiga,
pemerintahan unutk rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian bahwa
kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas
segalanya. Untuk itu pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi
rakyat dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya, bukan
sebaliknya hanya menjalankan aspirasi keinginan diri, keluarga dan kelompoknya.
Oleh karenaitu pemerintah harus membuka kanal-kanal (saluran) dan ruang
kebebasan serta menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam
menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung.
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh
dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan
perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari
suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting
social (rancangan mayarakat). Bentuk
kongkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikanya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam
seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh
pemerintah.
Pemerintahan demokratis membutuhkan kultur
demokrasi unutk membuatnya performed (eksis
dan tegak). Kultur demokrasi itu berada dalam masyarakat itu sendiri. Sebuah
pemerintahan yang baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya
punya sikap positif dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi. Karena
itu harus ada keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem
pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainya (Saiful Mujani: 2002).
Untuk itu, masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai way of life yang menuntun tata kehidupan
kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan dan kenegaraan.
Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi
bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna
sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan. Demokrasi dalam
kerangka diatas berarti sebuah proses melaksanakan nila-nilai civility
(keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju
dan menjaga civil sciety yang menghormati dan berupaya
merealisasikan nila-nilai demokrasi (Sukron Kamil, 2002). Berikut ini adalah
daftar penting norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan oleh
Nurcholis Madjid (Cak Nur). Menurut Nurcholis Madjid pandangan hidup demokratis
berdasarkan pada bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun
pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan paling tidak
mencakup tujuh norma. Ketujuh norma itu sebagai berikut :
Kesatu,
pentingnya kesadaran akan pluralisme. Ini tidak saja sekedar pengakuan (pasif)
akan kenyataanya masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan
kemajemukan menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu senidri
secara aktif. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya pada cara hidup
demokratis jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis persatuan dan
kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan prilaku kreatif dan dinamik serta
memahami segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat yang teguh
berpegang pada pandangan hidup demokratis harus dengan senidinya teguh
memelihara dan melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup
demokratis seperti ini menuntut moral pribadi yang tinggi. Kesadaran aka
pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat indonesi sebagai bangsa yang
beragam dari sisi etni, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
Kedua, dalam peristilahan politik
dikenal istilah “musyawarah” (dalam
bahasa Arab, musyawaroh, dengan makna
asal sekitar “saling memberi isyarat”). Internalisasi makna semangat musyawarah
menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan
tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan “kalah suara”. Semangat
musyawarah menuntut agar setiap menerima kemungkinan terjadinya “partial finctioning of ideals”, yaitu pandangan dasar bahwa
belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang atau
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Korelasi prinsip itu ialah kesediaan untuk
kemungkinan menerima bentuk-bentuk tertentu kompromi atau islah. Korelasinya yang lain
ialah seberapa jauh kita bisa bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat,
mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat, dan kemungkinan
mengambil pendapat yang lebih baik. Dalam masyarakat yang belum terlatih benar
unutk berdemokkrasi, sering terjadi kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan
bertanggung jawab, dan menghina yang merusak dan tanpa tanggung jawab.
Ketiga,
ungkapan “tujuan menghalalkan cara” mengisyaratkan suatu kutukan kepada orang
yang berusaha meraih tujuanya dengan cara-cara yang tidak peduli kepada pertimbangan
moral. Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara
haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan
yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang ditempuh untuk meraihnya.
Seperti dikatakan Albert Camus, “indeed
the justifies the means”. But what justifies the end ? the means!”. Maka antara keduanya
tidak boleh ada pertentangan. Setiap pertentangan antara cara dan tujuan, jika
telah tumbuh menggejala cukup luas, pasti akan mengundang reaksi-reaksi yang
dapat menghancurkan demokrasi. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa akhlak
yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (kuluhuran akhlak) menjadi
acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan.
Keempat, permufakatan yang jujur dan
sehat adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat. Suasana masyarakat
demokrasi dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang
jujur dan sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat.
Permufakatan yang dicapai melalui “engineering”,
manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil sebuah konfirasi, bukan
saja merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah dapat disebut
sebagai penghianatan pada nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor
ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua
merupakan hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu mengandung makna
pembebasan diri dari vested interest yang sempit. Prinsip ini pun
terkait dengan paham musyawarah seperti telah dikemukakan diatas. Musyawarah
yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau
kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan psikologis unutk melihat
kemungkinan orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap orang
pada dasarnya baik, berkencederungan baik, dan beritikad baik.
Kelima,
dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok,
yaitu pangan, sandang dan papan. Ketiga hal itu menyangkut masalah pemenuhan
segi-segi ekonomi (seperti masalah mengapa kita makan nasi, bersandangkan
sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah “joglo”, misalnya) yang dalam
pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya. Warga masyarakat
demokratis ditantang untuk mampu menganut hidup dengan pemenuhan kebutuhan
secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-rencana itu (dalam
wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan dengan tujuan dan praktik
demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus
mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan sosial.
Keenam,
kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap saling mempercayai iktikad baik
masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung secara fungsional antara
berbagai unsur kelembagaab kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang
efesiensi untuk demokrasi. Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing
penuh curiga kepada lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efesiennya cara
hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus pada lahirnya pola tingkah laku yang
bertentangan dengan nila-nilai asasi demokratis. Pengakuan akan kebebasan
nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban
bagi semua (egalitarianism) dan
tingkah laku penuh percaya pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang
positif dan optimis. Pandangan kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan
sendirinya sulit menghindari perilaku curiga dan tidak percaya kepada sesama
manusia, yang kemudian ujungnya ialah keengganan bekerja sama.
Ketujuh,
dalam keseharian, kita bisa berbicara tentang pentingnya pendidikan demokrasi.
Tapi karena pengalaman kita yang belum pernah dengan sungguh-sungguh menyasikan
atau apalagi merasakan hidup berdemokrasi -ditambah lagi dengan kenyataan bahwa
“demokrasi” dalam abad ini yang dimaksud adalah demokrasi moderen- maka bayangan kita tentang “pendidikan
demokrasi”umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan
konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah)
antara das sein dan das sollen dalam konteks ini ialah akibat
dari kuatnya budaya “menggurui” (secara feodalistik) dalam masyarakat kita,
sehingga verbalisme yang dihasilkan juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan
membuat yang bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan
demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup
demokratis terlaksana dalam abad kesadaran universal sekarang ini, maka
nilai-nilai dan pengeertian-pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu
dengan sistem pendidikan kita. Tidak dalam arti menjadikannya mautan kurikuler
yang klise, tetapi diwujudkan dalam hidup nyata (lived in) dalam sistem
pendidikan kita.
Kita
harus mulai dengan sungguh-sungguh memikirkan unutk membiasakan anak didik dan
masyarakat umumnya siap menghadapi perbedaan pendapat dan tradisi pemilihan
terbuka untuk menentukan pimpinan atau kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi
tidak saja dalam kajian konsep verbalistik, melainkan telah membumi (menyatu)
dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun diluar kelas.
KESIMPULAN
Seperti sudah
disinggung di atas, demokrasi bukanlah sesuatu yang akan terwujud bagaikan
benda yang jatuh dair langit secara sempurna, melainkan menyatu dengan proses
sejarah, pengalaman nyata dan eksperimentsi sosial sehari-hari dalam tata
kehiduapn bermasyarakat dan bernegara termasuk dalam tata pemerintah. Karena
itu tumbuh dan berkembangnya demokrasi dalam suatu negara memerlukan ideologi
yang terbuka, yaitu ideologi yang tidak dirumuskan “sekali dan untuk selamanya”
(once and for all), tidak dengan ideologi tertutup
yaitu ideologi yang konsepnya (presepts) dirumuskan “sekali dan untuk
selamanya” sehingga cenderung ketinggalan zaman (obsolete, seperti terbukti dengan ideologi komunisme)
REFERENSI
Winarno. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Paradigma.
Kaelan MS. 2000. Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
http://www.ri.go.id
Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Paradigma.
Kaelan MS. 2000. Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
http://www.ri.go.id
DEMOKRASI SEBAGAI
SISTEM DAN WAY OF LIFE
DEKRIS PRATAMA
1301120520
Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Riau
Kampus Bina
Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru 28293
Telp : (0761)
63266, Fax : (0761) 63279, 65593
Email : dekrispratama@live.co.uk
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon